Legendaris, kontroversial, sekaligus misterius. Itulah Syekh Siti Jenar. Kisah hidup dan kematiannya memiliki banyak versi.
Buku Jejak Makrifat Syeh Siti Jenar |
Judul Buku : Misteri Makrifat Syekh Siti Jenar
Penulis : Agus Wahyudi
Penerbit : Diva Press
Tahun : 1, 2013
Tebal : 174 halaman
Harga : Rp38.000,-
Rabu, 25 September 2013 09:00:00 WIB: Legendaris, kontroversial, sekaligus misterius. Itulah Syekh Siti
Jenar. Kisah hidup dan kematiannya memiliki banyak versi. Meski terus
coba ditumpas, ajarannya tetap diperbincangkan dan digali. Hingga kini
dia dianggap sebagai salah satu penyebar agama Islam di Jawa. Tapi,
ajarannya berbeda dengan ajaran Wali Songa Namun, benarkah Syekh Siti
Jenar seorang Wali yang murtad seperti penilaian Wali Songa? Ataukah
justru Wali Songo yang keliru menafsirkan ajarannya? Apakah konflik
antara kubu Wali Songa dan Syekh Siti merupakan persoalan ajaran agama
atau perseteruan politik?
Buku ini membahas dua inti ajaran Syekh Siti Jenar: manunggaling
hawula-Gusti dan memayu hayuning bawana dengan menguraikan pengertian
Tuhan, manusia, alam semesta, kehidupan, dan kematian, melalui
perbandingan dengan ajaran agama lain. Secara padat dan memikat, juga
dibahas cara menemukan jati diri, meraih keseimbangan dan keselarasan,
menguasai seni hidup, mengabdi dan melayani kehidupan, dan mencapai
persaudaraan universal. Hidup sejati akan diraih apabila seseorang telah
makrifat (mengenal) Tuhannya. Bermakrifat kepada Tuhan mustahil dicapai
jika belum bermakrifat (mengenal) diri sendiri.
Nama
asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan
di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul
Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara
Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang
atau Syaikh Lemah Brit. Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di
Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih
dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil
menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Kemudian ketika Syekh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama
ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu
Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka
dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu.
KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1,
Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syekh Siti Jenar dan ayahnya
bermukim di Malaka. Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan
kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar
Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti
Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah
ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid
Kahfi bin Sayyid Ahmad. Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai
Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin
’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi
kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada
waktu itu berusia 20 tahun.
Buku ini mengupas tentang intisari ajaran makrifat, sebagai ajaran
sinkretisme para leluhur yang sarat akan nilai-nilai kebatinan. Awalnya,
wejangan-wejangan tersebut tercerai berai dan saling terpisah, sebelum
akhirnya dikumpulkan menjadi satu oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakra
Kusuma, Raja Agung Mataram. Para Wali tanah Jawa melarang penyebar
luasan ajaran ini. Namun oleh Syekh Siti Jenar, kebijakan tersebut
ditentang habis-habisan. Maka para Wali pun memperbolehkan untuk
diajarkan, namun hanya kepada orang-orang tertentu saja. Hingga
akhirnya, seorang pakar sufi kejawen bernama Raden Ngabehi Ranggawarsito
menulis ulang dalam bentuk buku hingga bisa dibaca siapa saja yang
berminta mendalaminya.
Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah
bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita
fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila
dijadikan film atau sinetron. Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam
di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan
bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak
boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman
kepada Allah. Tidaklah mungkin Wali Songo yang suci dari keturunan Nabi
Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama. Tidak bisa
diterima akal sehat. Tak pelak, Azyumardi Azra berpendapat pemakzulan
sejarah ini adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam
agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at
dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan
umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera.
Muhammad Bagus Irawan, pustakawan asal Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar