"KONSEP AGAMA DALAM MATEMATIKA”
( A n t a r a P l u s d a n M i n u s )
Karya : Slamet Priyadi 42
Ada
acuan hitung-hitungan menurut matematika
Ilmu
yang konsep berpikirnya berdasarkan logika
Logis
matematis dan bisa dibuktikan secara fakta
Menurutku
harus dikritisi secara matematik pula
Mungkin
saja pendapatku ini tidak logis eksakta
Mari
kita bahas, satu ditambah satu hasilnya
dua
Dan,
satu dikalikan dua pun hasilnya ada dua juga
Empat
dibagikan dua hasilnya berjumlah dua juga
Itu
cuma hitung-hitungan yang paling sederhanya
Di sekolah dasar kita pasti telah mempelajarinya
Marilah
kita kaji bersama tentang plus dan minus
Tentang
ilmu hitungan matematik yang tergenius
Terkonsep, plus dikalikan plus hasilnya tetap plus
Dan,
jika minus dikalikan minus maka jadilah plus
Jika
plus dikalikan minus, hasilnya menjadi minus
Sekarang
kita pikirkan secara logika matematika
Plus
itu ada, angkanya ada 1, 2, 3 dan seterusnya
Angka-angka
itu pun bisa dibuktikan secara nyata
Contoh,
1 buah apel 2 buah kepel 3 buah mangga
Plus dikalikan plus, hasilnya plus, itu fakta nyata
Sekarang,
mari kita beralih bicara tentang minus
Minus,
suatu bilangan angka yang tak bisa serius
Bilangan
angkanya saja minus lebih kecil dari nol
Angka
nol saja, bendanya tak bisa terlihat nongol
Apa
lagi minus yang notabene lebih kecil dari nol
Minus
itu ada tak berujud tak nampak bendanya
Hanya
bisa dibayangi dalam bentuk simbol-simbol
Tapi
saat minus dikalikan minus hasil bisa jadi plus
Plus
itu ada, semestinya menjadi semakin tak
ada
Itu
konsep matematika yang utamakan pikir logika
Jika
begitu adanya, berarti dalam ilmu matematika
Pun
akui sesuatu yang tidak memiliki konsep logika
Irasional
tak masuk akal tak bisa dibuktikan nyata
Ya,
memang! Di dalam referensi ilmu
matematika
Bilangan
itu, disebutnya dengan bilangan irasional
Suatu
bilangan yang sama sekali tidak masuk
akal
Dari
analisa tersebut di atas maka bisa kita simpulkan:
Kesimpulan pertama...
Ilmu
matematika meskipun mengedepankan logika
Miliki
konsep dasar satukan logika dan non logika
Matematika
miliki sketsa pikir tentang kehidupan
Dari
tak ada lalu menjadi ada dan kembali tak ada
Kesimpulan kedua...
Minus
itu negatif, dan kebanyakan orang-orang
Mengidentikkannya
dengan perbuatan yang buruk
Tetapi
kenyataannya dan faktanya dalam kehidupan
Sering
sesuatu yang kita anggap buruk dan negatif
Faktanya,
justru sebaliknya adalah baik dan positif
Selanjutnya
sesuatu yang kita anggap baik dan positif
pada
kenyataannya justru tidak benar malah negatif
Kesimpulan ketiga...
Jelasnya, antara plus dan minus, antara
positif dan negatif
Antara
kebaikan dan keburukan selalu berjalan bersamaan
Selalu
berjalan beriringan, akan selalu berjalan berdampingan
Akan
selalu bersatu, selalu bersama-sama
dalam satu ikatan
Dalam
keseimbangan di sepanjang waktu di sepanjang zaman
Kesimpulan keempat...
Keduanya
adalah harmoni hitam putih dalam satu kesetaraan
Buat
dunia ini jadi berwarna indah dipenuhi roman kehidupan
Bagai
instrumen musik piano terdiri atas tut putih, tut hitam
Seperti
wayang Semar yang berwajah putih, berbadan hitam
Seperti
sebuah komposisi lukisan yang penuh warna-warna
Merah,
putih, hitam, biru, kuning, hijau, Jingga dan lainnya
Kesimpulan kelima...
Dan
memang, kehidupan itu adalah sketsa warna-warna
lukisan
semesta karya Sang Maha Pencipta, Maha Segala
T
u h a n !
Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat,16 Mei 2015 - 12:20 WIB
“BERSIKAPLAH
AMANAH”
Karya : Slamet
Priyadi 42
Tahun Dua Ribu
Lima Belas yang penuh antrak-intrik ini
Suasana politik kian panas penuh dengan sarkasmerisasi
Para
pejabat dan para
politisi bertengkar penuh emosi
Mereka saling hujat berkata-kata kasar tak ada etika
lagi
Saling
berargumentasi mengacu kebenaran diri sendiri
Saling bersilat lidah tak mau mengalah dalam adu
strategi
Tebarkan fitnah di segala ranah bertopeng senyum ramah
Gunakan selimut putih penutup ekspresi kotornya wajah
Seperti sang Dorna dan si Sangkuni yang berkacak gagah
Hinakan para Pandawa dan Drupadi yang berdadu kalah
Di balairung istana kerajaan Astina yang indah nan
megah
Padahal cuma rupa wujud jiwa yang korup, buruk, lemah
Wahai para pemimpin neggeri, jadilah pemimpin amanah
Wahai para pejabat, jadilah pejabat bersih dan amanah
Wahai para politisi, jadilah politisi beretika dan
amanah
Wahai penegak hukum, jadilah penegak hukum amanah
Wahai para pengamat,
jadilah pengamat ramah amanah
Wahai para media, jadikanlah media berita yang amanah
Kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Berdasar UUD ‘45 dan Pancasila berbhineka tunggal ika
Meskipun berbeda suku bangsanya, berbeda-beda agama
Berbeda-beda bahasanya, berbeda-beda pula budayanya
Tapi kita tetaplah satu, bangsa Indonesia yang merdeka
Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku, jayalah
Indonesia
Bumi
Pangarakan, Bogor
Sabtu, 16 Mei
2015 - 19:33 WIB
"KAU SEMAPUT AKU KALANG KABUT"
Karya : Slamet Priyadi 42
Aku jadi tidak mengerti tiba-tiba saja kau semaput
Jatuh
tersungkur tidur mendengkur di atas rumput
Aku
jadi bingung jalan mundar-mandir kalang kabut
Tapi
untung saja aku ingat di tasku ada minyak urut
Kuborehkan
minyak kuurut pundakmu dengan sikut
Sebentar
kau pun sadar wajahmu pun tak lagi kusut
Dan
kita pun lanjutkan lagi jalan kaki menuju krukut
Untuk
berobat di rumah abah Sukma asli dari Garut
Pendekar
sakti yang bisa obatin segala penyakit akut
Kena
teluh, santet, guna-guna yang bisa bikin
maut
Jadi
hilang cuma dengan kunyah daun sirih di mulut
Sambil
kumat-kamit baca mantra penolak bolokemut
Di
trotoar jalan bawah pohon syeri ada nenek keriput
Yang
sedang makan nasi uduk pengisi laparnya perut
Pakaian
cumpang-camping rambut panjang awut-awut
Meski
debu berterbangan di jalan membentuk
kabut
Nenek
tua itu tetap makan nasi uduk dengan ngebut
Karena
perutnya lapar tak bisa lagi diajak bersambut
Ketika
lalu-lintas di jalan semakin macet semerawut
Tiba-tiba
kau tersungkur lagi dan pingsan semaput
Untung
saja pas sampai di rumah abah Sukma Garut
Yang
cepat datang bantu mengangkat dan mengurut
Abah
sukma usap pundakmu dua kali berturut-turut
Sebentar
kau sadar meski wajah masih nampak butut
Persis
pukul dua belas siang tepat tengah hari bolong
Aku
ajak kau untuk pulang kampung saja di Cikalong
Karena
udara dan cuaca di Jakarta tak bisa
sokong
Keadaan
fisikmu yang lemah masih suka merongrong
Ditambah
di tiap instansi di jalan sepi banyak garong
Aku
tak mau lagi kau semaput aku yang kalang kabut
Rabu, 20 Mei 2015 – 09:42 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor