Sabtu, 13 Juni 2015

“DIGANGGU HANTU JAIL” Karya: Slamet Priyadi

Ki Slamet 42

 “DIGANGGU HANTU JAIL”
Karya: Slamet Priyadi

Di Saat aku terjaga dari tidur lelap di perut malam
Aku buka sedikit gordyn jendela, gulita mencekam
Mataku menatap ke luar, di sana ada bayang hitam
Berkelebat di antara pepohonan, hati terasa seram

Tiba-tiba ada suara ba’ benda jatuh di atas genting
Jatuh tepat menggelinding seperti ada  di  samping
Perasaan seram, membuatku takut jalan berkeliling
Maka aku biarkan saja lanjutkan tidur juput guling

Jam dua tengah malam, saat aku sedang tulis puisi
Ada suara seperti memanggil nama istriku satu kali
Dari luar rumah sambil ketuk pintu dapur tiga kali
“Bu! Tok, tok, tok,” persis suara anakku yang pergi

Maka aku segera bangkit,  langkahkan kedua kaki
Menuju dapur ‘tuk buka pintu yang masih dikunci
Lalu kubuka pintu dapur, tetapi apa yang terjadi?
Di  luar tak ada siapa-siapa, bulu kudukku berdiri

Sudah tiga hari ini, setiap pukul dua tengah malam
Hantu jail, ganggu aku terus di saat menulis kalam
Tapi, ekspresi rasaku tentu tak akan bisa diredam
Hanya dengan menteror jiwa agar terus terpendam

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 14 Juni 2015 – 11:WIB

DUA BUAH CATATAN PUISI BULAN MEI KARYA Slamet Priyadi


Di Pantai Senggigi NTT


DI SAAT JIWA LAYANG KEMBARA
Karya : Slamet Priyadi 42

Saat rasa kantuk itu menjalar perlahan di mata
Saat malam pun semakin diselimuti gelap gulita
Ada bisik-bisik gaib mengiang-ngiang di telinga
Agar aku pejam mata sirnakan kesadaran raga

Maka ‘ku baringkan tubuh dan pejamkan mata
Tidur terlentang, silang kedua tangan di dada
Jasad beku jiwa pun suka-suka layang kembara
Arungi alam kekosongan nan sunyi sepi, hampa

Aku seperti berada di suatu alam yang tak ada
Tak ada tanah, air, api, udara, hewan, manusia
Tak ada pikir dan rasa, tak ada suka dan duka
Dan, jiwaku pun  seperti menyatu di dalamnya

Di dalam perjalanan akhir jiwa layang kembara
Jiwaku pun kembali bersemayam ke dalam raga
Kesadaranku pun kitari di alam pikir dan rasa
Di alam ketiadaan hanya atma Tuhan yang ada

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 31 Mei 2015 – 01:WIB

  
“PANASNYA CUACA DI BULAN MEI”
Karya : Slamet Priyadi 42

Panasnya sinar sang Mentari bulan Mei di sepanjang pekan ini
Keringkan tumbuhan rumput ilalang yang berjejer layu lunglai
Di tepi sisian selokan yang airnya pun tak mengalir lancar lagi
Ikan-ikan cecere tak bisa bergerak bebas bahkan banyak mati
Ular-ular air tak mau menyantapnya sebab cecere terasa basi

Sudah tiga pekan panas Surya  masih serasa membakar bumi
Air kali Cisadane yang mengalir jernih untuk cuci dan mandi
Juga kering hanya pasir batu yang berserakan di tengah kali
Tidak ada lagi bunga warna-warni yang tumbuh indah di tepi
Merona terpercik gemercik air Cisadane yang semakin sunyi

Hamparan sawah yang membentang luas tiada dipenuhi padi
Yang nampak dari kejauhan hijau-kekuningan di  waktu pagi
Burung-burung pipit yang biasa melayang-layang kian kemari
Tak lagi nampak hiasi luasnya persawahan yang semakin sepi
Dan, burung-burung bangau pun hilang entah kemana pergi

Nyanyian katak bangkong yang berkwek kong di malam hari
Tak pernah terdengar lagi memecah heningnya malam sunyi
Yang terdengar hanyalah suara kendaraan yang tiada henti
Bersenandung parau di sepanjang siang, malam, hingga pagi
Merayap perlahan di atas jalan rusak berlubang bagai perigi

Cuaca panas terik yang datang di di hampir empat pekan ini
Setelah sebelumnya hujan deras terus guyur seluruh negeri
Langsung maupun tak langsung pengaruhi sikap laku insani
Di dalam hadapi masalah keluarga, masyarakat dan instansi
Apa lagi situasi politik di dalam negeri nampak makin anarki

Utan Kayu Selatan,
Minggu, 24 Mei 2015 – 16:18 WIB

Sabtu, 23 Mei 2015

KUMPULAN PUISI BULAN MEI 1 Karya Slamet Priyadi



 "KONSEP AGAMA DALAM MATEMATIKA”
(  A n t a r a  P l u s  d a n  M i n u s )
Karya : Slamet Priyadi 42

Ada acuan hitung-hitungan menurut matematika
Ilmu yang konsep berpikirnya berdasarkan logika
Logis matematis dan bisa dibuktikan secara fakta
Menurutku harus dikritisi secara matematik pula
Mungkin saja pendapatku ini tidak logis eksakta

Mari kita bahas,  satu ditambah satu hasilnya dua
Dan, satu dikalikan dua pun hasilnya ada dua juga
Empat dibagikan dua hasilnya berjumlah dua juga
Itu cuma hitung-hitungan yang paling sederhanya
Di  sekolah dasar kita pasti telah mempelajarinya

Marilah kita kaji bersama tentang plus dan minus
Tentang ilmu hitungan matematik yang tergenius  
Terkonsep,  plus dikalikan plus hasilnya tetap plus
Dan, jika minus dikalikan minus maka jadilah plus
Jika plus dikalikan minus, hasilnya menjadi minus

Sekarang kita pikirkan secara logika matematika
Plus itu ada, angkanya ada 1, 2, 3 dan seterusnya
Angka-angka itu pun bisa dibuktikan secara nyata
Contoh, 1 buah apel 2 buah kepel 3 buah mangga
Plus  dikalikan plus,  hasilnya plus, itu fakta nyata

Sekarang, mari kita beralih bicara tentang minus
Minus, suatu bilangan angka yang tak bisa serius
Bilangan angkanya saja minus lebih kecil dari nol
Angka nol saja, bendanya tak bisa terlihat nongol
Apa lagi minus yang notabene lebih kecil dari nol

Minus itu ada tak berujud tak nampak bendanya
Hanya bisa dibayangi dalam bentuk simbol-simbol
Tapi saat minus dikalikan minus hasil bisa jadi plus
Plus itu ada,  semestinya menjadi semakin tak ada
Itu konsep matematika yang utamakan pikir logika

Jika begitu adanya, berarti dalam ilmu matematika
Pun akui sesuatu yang tidak memiliki konsep logika
Irasional tak masuk akal tak bisa dibuktikan nyata
Ya, memang!  Di dalam referensi ilmu matematika
Bilangan itu, disebutnya dengan bilangan irasional
Suatu bilangan yang sama sekali  tidak masuk akal

Dari analisa tersebut di atas maka bisa kita simpulkan:

Kesimpulan pertama...
Ilmu matematika meskipun mengedepankan logika
Miliki konsep dasar satukan logika dan non logika
Matematika miliki sketsa pikir tentang kehidupan
Dari tak ada lalu menjadi ada dan kembali tak ada

Kesimpulan kedua...
Minus itu negatif, dan kebanyakan orang-orang
Mengidentikkannya dengan perbuatan yang buruk
Tetapi kenyataannya dan faktanya dalam kehidupan
Sering sesuatu yang kita anggap buruk dan negatif
Faktanya, justru sebaliknya adalah baik dan positif
Selanjutnya sesuatu yang kita anggap baik dan positif
pada kenyataannya justru tidak benar malah negatif

Kesimpulan ketiga...
 Jelasnya, antara plus dan minus, antara positif dan negatif
Antara kebaikan dan keburukan selalu berjalan bersamaan
Selalu berjalan beriringan, akan selalu berjalan berdampingan
Akan selalu bersatu, selalu  bersama-sama dalam satu ikatan
Dalam keseimbangan di sepanjang waktu di sepanjang zaman

Kesimpulan keempat...
Keduanya adalah harmoni hitam putih dalam satu kesetaraan
Buat dunia ini jadi berwarna indah dipenuhi roman kehidupan
Bagai instrumen musik piano terdiri atas tut putih, tut hitam
Seperti wayang Semar yang berwajah putih, berbadan hitam
Seperti sebuah komposisi lukisan yang penuh warna-warna
Merah, putih, hitam, biru, kuning, hijau, Jingga dan lainnya

Kesimpulan kelima...
Dan memang, kehidupan itu adalah sketsa warna-warna
lukisan semesta karya Sang Maha Pencipta, Maha Segala
T u h a n !

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat,16 Mei 2015 - 12:20 WIB


“BERSIKAPLAH AMANAH”
Karya : Slamet Priyadi 42

 Tahun Dua Ribu Lima Belas yang penuh antrak-intrik ini
Suasana politik kian panas  penuh dengan sarkasmerisasi
Para  pejabat  dan  para  politisi bertengkar penuh emosi
Mereka saling hujat berkata-kata kasar tak ada etika lagi
Saling  berargumentasi  mengacu  kebenaran diri  sendiri
Saling bersilat lidah tak mau mengalah dalam adu strategi

Tebarkan fitnah di segala ranah bertopeng senyum ramah
Gunakan selimut putih penutup ekspresi kotornya wajah
Seperti sang Dorna dan si Sangkuni yang berkacak gagah
Hinakan para Pandawa dan Drupadi yang berdadu kalah
Di balairung istana kerajaan Astina yang indah nan megah
Padahal cuma rupa wujud jiwa yang korup, buruk, lemah

Wahai para pemimpin neggeri, jadilah pemimpin amanah
Wahai para pejabat, jadilah pejabat  bersih dan amanah
Wahai para politisi, jadilah politisi beretika dan amanah
Wahai penegak hukum, jadilah penegak hukum amanah
Wahai para pengamat,  jadilah pengamat ramah amanah
Wahai para media, jadikanlah media berita yang amanah

Kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Berdasar UUD ‘45 dan Pancasila berbhineka tunggal ika
Meskipun berbeda suku bangsanya, berbeda-beda agama
Berbeda-beda bahasanya, berbeda-beda pula  budayanya
Tapi kita tetaplah satu,  bangsa Indonesia yang merdeka
Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku, jayalah Indonesia

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 16 Mei 2015 - 19:33 WIB
 


"KAU SEMAPUT AKU KALANG KABUT"
Karya : Slamet Priyadi 42

Aku  jadi tidak mengerti tiba-tiba saja  kau semaput
Jatuh tersungkur tidur mendengkur di atas rumput
Aku jadi bingung jalan mundar-mandir kalang kabut
Tapi untung saja aku ingat di tasku ada minyak urut
Kuborehkan minyak kuurut pundakmu dengan sikut
Sebentar kau pun sadar wajahmu pun tak lagi kusut

Dan kita pun lanjutkan lagi jalan kaki menuju krukut
Untuk berobat di rumah abah Sukma asli dari Garut
Pendekar sakti yang bisa obatin segala penyakit akut
Kena teluh, santet,  guna-guna yang bisa bikin maut
Jadi hilang cuma dengan kunyah daun sirih di mulut
Sambil kumat-kamit baca mantra penolak bolokemut

Di trotoar jalan bawah pohon syeri ada nenek keriput
Yang sedang makan  nasi uduk  pengisi laparnya perut
Pakaian cumpang-camping rambut panjang awut-awut
Meski debu berterbangan di  jalan membentuk kabut
Nenek tua itu tetap makan nasi uduk dengan ngebut
Karena perutnya lapar tak bisa lagi diajak bersambut

Ketika lalu-lintas di jalan semakin macet semerawut
Tiba-tiba kau tersungkur lagi dan pingsan  semaput
Untung saja pas sampai di rumah abah Sukma Garut
Yang cepat datang bantu mengangkat dan mengurut
Abah sukma usap pundakmu dua kali berturut-turut
Sebentar kau sadar meski wajah masih nampak butut

Persis pukul dua belas siang tepat tengah hari bolong
Aku ajak kau untuk pulang kampung saja di Cikalong
Karena udara dan cuaca di Jakarta  tak bisa sokong
Keadaan fisikmu yang lemah masih suka merongrong
Ditambah di tiap instansi di jalan sepi banyak garong
Aku tak mau lagi kau semaput aku yang kalang kabut

Rabu, 20 Mei 2015 – 09:42 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor