Kamis, 25 Desember 2014

KUMPULAN PUISI KEJAWEN DENMAS PRIYADI


simbol kehidupan


SANGKAN PARANING DUMADI
Oleh: Slamet Priyadi

Dari kehampaan kegaiban alam kelanggengan
Sangkaning dumadi awal kisah kamanungsan
Lahirkan aku pancer jiwa sukma jelma manusia
Lewat gelora supiah pejantan dan perempuan
Lewat  anasir alam air, api, tanah, dan udara
Lalu langlang kembara ke alam marcapada

Bersamaku kakang kawah, daging dan darah
Bersamaku adi ari-ari yang menjadi marwah
Segala daya kekuatan rohaniah dan jasmaniah
Nafsu aluamah, amarah, supiah, mutmainah
Dan, mulhimah yang menjadi pemberi arah

Dalam diriku ada sifat dan watak dasamuka
Tamak, rakus, serakah penuh angkara murka
Berangasan, merasa paling kuat sakti dan digjaya

Dalam diriku ada sifat dan watak Kumbakarna
Tak mau mendengar merasa paling benar
Penuh nafsu amarah, tak mau mengalah

Dalam diriku pun ada sifat dan watak Sarpakenaka
Utamakan nafsu birahi libido tak terkendali
Seperti Begawan Wisrawa kepincut Dewi Sukesi

Dalam diriku juga ada sifat dan watak Wibisana
Penuh kejujuran, kebenaran, dan kesucian
Tolak kejahatan, keburukan, dan ajak kebaikan

Sekali waktu sukmaku, jiwaku adalah milik aku
Sekali waktu sukmamu, jiwamu adalah milikmu
Sekali waktu sukma kita, jiwa kita adalah milik kita

Dan, pada saatnya kelak,
Sukmaku, sukmamu, sukma kita semua
Jiwamu, jiwaku, dan jiwa kita semua
Akan menuju ke sana, kembali keharibaan-Nya
T u h a n . . . . .

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 30 Mei 2014 – 17:22 wib



KETIKA LAMPU ITU PADAM
Karya Sita Rosita

 Saat lampu listrik itu padam di perut malam
Cuaca gelap gulita terasa semakin mencekam
Sang Dewi malam nampak berwajah pias dan muram
Bercadarkan selimut tebal bertabir awan hitam

Tak ada lagi cahaya kuning diperaduan alam
Semuanya menjadi semakin hitam kelam
Gemericik riak air sungai yang mengalir geram
Sentuh bebatuan terpercik rona merona wajah
Serasa menyengat kuat aroma bau anyir darah

Sementara kelelawar hitam keluar dari sarang
Terbang melayang-layang liar dan garang
Laron-laron kecil seperti mabuk kepayang
Sebab tiada lagi sinar lampu tempat bertandang

Suara serangga orong-orong di pohon rindang
Bunyi kodok bangkong, dan srigala terus melolong
Adalah tembang nyanyian kloro-loro bolo katong
yang tak pernah sepi dan kosong selalu merongrong

Bumi Pangaraka, Bogor
Sabtu, 08 Juni 2014 – 2:50 wib

 
SEBELUM KITA ADA
Karya: Slamet Priyadi

Bukan kehendak, bukan angan-angan
bukan niat, bukan ingatan, bukan pula pikiran
hawa nafsu pun juga bukan
jadi semuannya....
bukanlah kosong hampa
karena di sana di luar bumi
dan di luar langit akaca,
ada Dia Sang Maha Penentu, Maha pencipta

Penampilan kita adalah mati kaku
sebab semuanya seperti tidak tahu
seandainya menjadi gusti kita mampu
jasad kita pun busuk jadi bangkai berbau
dan nafas kita terhembus di segala penjuru
menjadi udara, tanah, air, dan api
akan ke asalnya lagi menjadi baru kembali

Bumi, langit, dan semua isinya
adalah milik Dia dan juga milik kita manusia
kitalah yang memberinya nama
tahu atau tidak tahu
ada atau tidak ada
jika kita merasa tahu maka semua tahu
jika kita merasa ada maka semua itu ada
buktinya sebelum kita ada semuanya tidak ada
sesudah kita ada maka semuanya ada
semuanya kitalah yang memberinya nama
ada atau tidak ada itu hanya dalam pikiran kita

Jika kita pikirkan Tuhan
maka akal, rasa dan pikiran kita
tak akan mampu menjangkaunya
sebab Tuhan ada di luar kita
sebab Tuhan adalah pencipta kita
hanya Dia yang ada di alam sana,
di alam kelanggengan luar alam marcapada
Tuhan, Tuhan, Tuhan...
Sang Pencipta Maha Segala

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 29 Desember 2013 16:27 WIB
 
 
“KEMAHABESARANNYA”
Karya Slamet Priyadi 42

Roda-roda motor ojek itu terus saja berputar
Berkelak-kelok hindari jalan berlubang besar
Di sepanjang jalan sempit yang tak berlampu
Saat gerimis rinai menyapu daun-daun berdebu
Basahkan jalan,  segarkan tumbuhan semak perdu
Yang berjejer di kiri dan kanan jalan becek berbatu

Tepat pukul tiga lewat tiga puluh tiga pagi
Persis di bawah pintu gerbang sekolah polisi
Motor ojek yang aku tumpangi pun berhenti
Segera aku berikan Kentung pengojek langganan
Uang recehan limaribuan yang ada digenggaman
Lalu ku seberangi Jalan yang mulai penuh kendaraan

Aku berdiri sendiri di tepi jalan raya berpayung cembung
Yang bercorak klasik motif daun sembung bunga kawung
Menanti tumpangan bus jurusan Sukabumi-Pulo Gadung
Yang belum jua muncul sebab kemacetan begitu kadung
 Bunyi kendaraan yang semakin bising meraung-raung
Adalah rebak rasa amarah yang kian menggunung

Sementara gerimis rinai itu, pun belum jua mau berhenti
Basahi, licinkan jalan sepanjang Jalan Raya Ciawi-Sukabumi
Dari dalam lubang batu yang ditumbuhi rumput ilalang
Tiba-tiba keluar seekor katak melompat-lompat panjang
Dikejar ular welang warna hitam dan kuning belang-belang
Saat lompat katak disergap tak berdaya nyawapun melayang

Aku tak perduli dengan peristiwa tragis katak yang perlaya-layang
Sebab bus Sukabumi-Pulo Gadung yang kutunggu sudahlah datang
Akupun segera melompat ke dalam bus lewat pintu belakang
Duduk riang di bagian belakang di bangku tiga panjang lapang
 Laju menuju Jakarta ‘tuk laksanakan tugas yang menghadang
Yang harus diselesaikan dengan hati penuh ikhlas dan tenang

Meskipun masih terngiang-ngiang dan terbayang-bayang
Akhir hayat sang katak yang tragis dimangsa ular welang
Yang timbulkan emphati rasa jantung berdegup kencang
Aku akan selalu tetap sikapi hidup dengan hening tenang
Karena kehidupan memang sudah ada yang merancang
Dialah Sang Maha Raja Penguasa Jagad Semesta Yang...

Yang Maha Menentukan, Yang Maha Menciptakan
Yang Maha Menghidupkan, Yang Maha Mematikan
Yang ke-Mahaan-Nya adalah segala macam ke-Mahaan
Yang tak bisa lagi diungkap dengan makna dan kata-kata
T U H A N

Jumat, 27 Juni 2014 11:34 wib
Bumi Pangarakan, Bogor




MISTERI KUPU-KUPU KECIL 1
Karya: Slamet Priyadi

saat aku buka dan hidupkan laptop
kupu-kupu kecil hitam itu hinggap di layar
meskipun hanya sebentar
lalu terbang dan hinggap lagi
di atas bungkus rokok anyar
yang baru aku beli semalam
di warung tetangga sebelah rumah

aku diamkan saja kupu-kupu kecil itu
aku biarkan sama sekali tak aku pedulikan
sebentar kemudian ia lalu terbang
melayang berputar-putar di atas kepalaku
dan hinggap lagi di atas bungkus rokok
yang baru saja aku ambil isinya sebatang

aku masih tak pedulikan kupu-kupu kecil itu
biarkan ia bertandang di atas bungkus rokokku
godek-godekkan kepala dan sulurkan semotnya
matanya menatap nanar ke arahku
yang sedang menulis tentangnya
dan aku masih diamkan saja
sesaat kemudian ia pun terbang lagi
berputar-putar kelilingi sinar lampu

sambil menghisap rokok dan minum kopi
aku terus menulis puisi ungkap inspirasi
tiba-tiba kupu-kupu kecil itu kagetkan aku
ia hinggap sebentar di telingaku
serasa menggelitikku
serasa mengusik jiwaku

kupu-kupu kecil itu bertandang
hinggap lagi di atas bungkus rokok
sambil kepak-kepakkan sayap hitamnya
sambil terus angkat-angkatkan kakinya
sambil julur-julurkan sulur semotnya
ke arah bungkus rokok,  seperti bicara

wahai kau aki tua!
hentikan saja kelepus hisap asap rokok
itu tak baik dan banyak mudharat
jaga sehatmu sebelum sakitmu
jaga hidupmu sebelum matimu
jaga usiamu sebelum ajalmu


Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 15 Maret 2014 - 05:18 WIB



MISTERI KUKPU-KUPU KECIL 2
Karya: Slamet Priyadi

Ada seekor kupu-kupu kecil mungil
Terbang melayang berputar-putar, lalu hinggap di wayang Semar
Yang hiasi dinding ruang tamu rumahku yang tak begitu besar
Aku sama sekali tak peduli dengan kupu-kupu kecil itu
Sebab sedang asyik saksikan pertandingan sepak bola
Antara tim Persija Indonesia melawan PDRM Malaysia
Yang pada akhirnya dimenangkan tim Persija dengan score satu-dua

Saat aku makan kue Bugis, dan reguk seteguk air kopi manis
‘tuk hangatkan badan  dalam cuaca malam yang semakin dingin menggrigis
Kupu-kupu kecil itu terbang berputar-putar sebentar di atas kepalaku
lalu hinggap lagi di wayang Semar, dan matanya menatap kearahku
Aku mulai peduli dan bertanya-tanya dalam hati
Kenapa kupu-kupu kecil itu hinggap dua kali di wayang Semar
Setelah terbang berputar-putar di atas kepalaku tadi?
Seakan menunjukkan kepadaku tentang apa, dan siapa tokoh Semar

Menyadari semua itu, aku segera beranjak dari bangku
Menuju dinding tempat wayang Semar yang bersanding dengan foto diriku
Lalu aku mengambilnya, sementara kupu-kupu kecil itu keluar berlalu
Aku tatap wajah wayang Semar yang nampak lugu dan lucu
Wajah Semar yang berwarna putih dan badan Semar yang berwarna hitam
Dua warna simbol kehidupan dunia di alam marcapada, alam keduniawian
Yang selalu hidup berdampingan, saling mengisi dalam  harmoni keseimbangan
Dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan hewan, dan tumbuh-tumbuhan

Dalam kehidupan manusia, ada akal dan budi
Jika mampu memiliki dan memeliharanya dengan terpuji
Jadikan kita sejatinya manusia, manusia-manusia sejati
Manusia yang penuh mawas diri, tak mengumbar nafsu dan ambisi
yang kata-katanya dapat menjadi penyejuk jiwa
yang perilakunya dapat digugu dan ditiru, satu dalam sikap dan kata
Akan tetapi yang banyak terjadi dan nyata
Akal dan budi berjalan sendiri-sendiri
Akal hanya dijadikan alat kendaraan nafsu angkara murka
Untuk memintari, menipu, membohongi sesama
Hilangkan kehambaannya, lenyapkan kemanusiaannya dan  sirnakan harga diri

Ada  guru mencabuli muridnya, karena tak mampu menahan birahi
banyak ibu membunuh bayinya, karena malu hamil di luar nikah
para penegak hukum sudah kehilangan muka karena menjual almamaternya
para pendawah kehilangan marwahnya karena kitab tak lagi acuannya
para politikus hilang kejuangannya karena ambisinya hanya kedudukan saja
para pejabat menyikat habis uang rakyat, korupsi merajalela di mana-mana
di setiap lini dan instansi dari hulu hingga ke hilirnya semua nyaris terlibat
Budi tak lagi jadi kendali karena  dibebani beban nafsu yang kiat berkarat

Ketika rasa kantuk itu menyengat mataku
Aku termangu hanya bisa menatap televisi  dengan gambar-gambar suram
Bergerak-gerak tak jelas  seperti rumbai-rumbai malam yang semakin kelam
Sedikit berjalan agak gontai, aku kembalikan wayang Semar ke dinding
Yang letaknya bersanding dengan fotoku
Dalam kesadaran yang samar-samar, wayang Semar seperti bicara kepadaku,
“Jangan lupa, ya cu! Dengan sifat-sifatku yang  harus kau teladani
Agar menjadi ageman dalam bertindak dan berprilaku di dunia ini!”

Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 30 Desember 2013 01:24 WIB
(SP091257)

KUMPULAN PUISI PENDEK DENMAS PRIYADI



Denmas Priyadi

"SEBONGKAH KENANGAN"
Karya: Denmas Priyadi

Ku kuak kenangan ini meski terasa sakit
Lewat baris kata-kata nan puisi berbait
Saat kita berjalan di tepi sisian parit
Angkasa Puri sembilan belas tujuh tujuh
Dan, jari jemari kita pun saling bergamit

Tak ada kata-kata atau tegur sapa
Hanya tatap mata dan hati kita bicara
Tentang masa depan dan cita-cita
yang pupus tak terjelma dalam nyata
hanya jadi bongkah kenangan lama

Sampai kinipun kenangan itu
Masih mengganggu jiwaku di setiap waktu
mengoyak-ngoyak hati dan jantungku
Gemuruh di dada semakin terasa pedih
Sukma lara perih cita-cita tak bisa terraih

Kehidupan adalah memang sketsa garis-garis
Berkelak-kelok, kadang senang kadang miris
Kadang tertawa riang kadang sedih menangis
Dan, semuanya itu adalah rentang waktu
Perjalanan panjang yang terus akan berlalu

Utan Kayu Selatan,
21 Desember 2014/03:35 WIB



 
"H U J A N"
Karya: Slamet Priyadi

hujan adalah tetes-tetes air mata
tentang duka nestapa hitamnya jiwa
yang hingga kini belum juga berubah
terus bergelut dalam ranah
kotor penuh sampah
hujan adalah curah air limbah
 jiwa penuh noda dan dosa di ranah sukma
penuh cerita tentang kealpaan
yang terus berlanjut
carut-marut bagai benang kusut
yang sukar diusut
kemanakah dan dimanakah
ujung pangkalnya?
hujan adalah tetes-tetes air
yang mengalir dari hulu sampai ke hilir
menelusup ke perut bumi
tanpa komproni dan basa-basi
hanyutkan segala noda
hanyutkan segala dosa
dalam kesirnaan yang baqa

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 13 Maret 2014 - 17:18 WIB


TEMBANG LARA SADANE
Karya: Slamet Priyadi

suara gemericik air
yang membentur batu
di kali Sadane itu
seperti untai nada-nada
do re do mi do fa do re mi fa
senandung ungkapan lara
tentang jernihnya air yang ternoda
oleh bermacam jenis sampah
yang berbaur bau anyir darah
 unggas-unggas potong
yang tak henti melolong
jerit kematian hilang nyawa
dimangsa vampir-vampir penguasa

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 9 Maret 2014


SEBIDUK CINTA
Karya: Slamet Priyadi

aku bukanlah kamu
kamu bukanlah aku
aku adalah aku
kamu adalah kamu
sebelum kita ada
aku tak ada
kamu juga tak ada
kemudian kita ada
aku ada kamu pun ada

lalu kita pun berjumpa
tapi tak pernah bertegur sapa
saat aku ke sana
justru kamu kemari
saat aku ke sini
justru kamu ke sana

selanjutnya kita pun jadi
ke sana dan kemari
kemari dan ke sana
saling berputar
saling berbalik
berbalik dan berputar
berputar dan berbalik

dan pada akhirnya
kita pun saling bicara
bersentuh kata
bersentuh rasa
bersentuh jiwa
bersentuh raga
bersama-sama dalam biduk asmara
bersama-sama arungi samudra cinta

Bumi Pangarakan, Bogor
  Jumat, 26 Desember 2014




GELORA RASA KAMA
Karya: Slamet Priyadi

mood ku terbelenggu di kutup kalbu
 lebam  membiru berwarna kelabu
tak ada lagi yang bisa terejawantah
tak ada lagi rangkai kata-kata indah
yang bisa ku ukir di atas batu jiwa
karena semuanya pecah terbongkah
menjadi kerikil-kerikil sukma
terlempar jauh di alam kembara

 atma pikiran diri pun sirna maya
bersama sang bidadari pelipur lara
yang lama bersemayam di dalam garwa
gelorakan rasa-rasa kama
kembara nun jauh bersauh keluh
dan rindu itu pun tak bisa lagi terbuka
sebab rantai belenggu di relung jiwa
ikat kuat kesenduan jiwa

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 08 Maret 2014


TIKUS GORONG
Karya: Slamet Priyadi

Saat gelap pekat rayapi malam
suara jangkrik mengerik di gorong-gorong
anjing-anjing liar di atas bukit melolong-lolong
burung celepuk hinggap di batang kayu bolong
Nyanyian tembang hujan katak bangkong
pecahkan kesunyian malam nan pekat kelam

seekor kucing hutan hitam mengendap-endap
bersembunyi di balik semak-semak belukar
terus merayap intai tikus gorong besar
sesaat lalu lompat menyergap
tikus gorong pun tertangkap
lunglai tak bisa lagi bergerak
dan nyawa pun lenyap

Bumi Pangaraka, Bogor
Sabtu, 08 Maret 2014


S E N Y U M
Karya: Slamet Priyadi

senyum adalah lukisan jiwa
gerak rasa pancaran wajah penuh ceria
seperti kata-kata dalam bicara
penuh pikat dan daya pesona

senyum ikhlas penuh ketulusan
 membuka bendung cairkan kebekuan
seperti warna-warni bunga ditangkainya
tebarkan aroma semerbak harum baunya
indah asri sejuk dipandang mata

Pangarakan – Sabtu, 01 Maret 2014


MERETAS BATAS
Oleh: SP091257

Meretas ambang batas
adalah kias akhir jalan panjang
kapung terapung di samudera luas
pupuh terlabuh bersimpuh lemas
terkulai lunglai tak lagi gemulai
terbujur kaku dalam amben panjang
tak ada lagi yang bisa dibanggakan


GELORA RASA
Oleh: SP091257

saat kau hadir di relung jiwa
itu semaikan kenangan lama
yang tak pernah lagi berlabuh
kembara layar kembang tak bersauh
dalam kasih yang terus tumbuh
hingga tak lagi bisa bersimpuh
sebab dirimu semakin jauh
dan aku pun tak mau mengeluh
meski itu telah membuatku luruh
dalam kebisuan yang pupuh


PERUT MALAM
Oleh: SP091257

merayap di perut malam
saat kelam mencekam
seekor musang hitam
tebarkan harum pandan
di balik gerumbul gumuk
mangsa unggas yang bertekuk
tak bisa lagi berkasak-kusuk


A G E M A N
Oleh: SP091257

kebenaran menguatkan keyakinan
keyakinan memunculkan kekuatan
kebenaran, keyakinan dan kekuatan
jadikanlah sebagai ageman
dalam mengatasi berbagai persoalan
bermacam-macam problema kehidupan
dengan percaya kepada kasih dan kuasa Tuhan


" S E N G A T "
Oleh SP091257

dusta adalah sengat iblis
cengkeram maut sirnakan iman
sulur menjalar gosip bertebar
ingkar melingkar dusta melebar
menyengat hati nan pedih perih


K E N A P A ?
Oleh SP091257

kenapa kita hanya memiliki
satu mulut dan dua telinga?
itu artinya,
banyaklah mendengar
dan sedikitlah bicara

orang yang banyak bicara
biasanya sukar mau mendengar
keinginannya hanya ingin didengar
Seperti aku
Seperti kamu
Seperti dia
Seperti mereka
Seperti anda
Seperti kita semua
Ha, ha, ha, ha, ha, ha !!!
                                                                                       
 
"ASUMSI"
Oleh: SP091257

dalam segala hal
kita sering berasumsi
menangkap maksud orang lain
dengan referensi
dan kebenaran diri sendiri

asumsi mengakibatkan kekacauan
sumber kesalahpahaman
merebakkan pertengkaran
konflik dan perpecahan

Jumat, 20 Febuary 2014
Bumi Pangarakan, Bogor

SAAT GERIMIS
Oleh: Slamet
Denmas Priyadi

saat gerimis rinai di luar rumah
menatap jalan setapak yang tak ramah
aku tengadahkan kepala tatap langit
seekor emprit menciap di hampar hutan lengit
tebarkan magi-magi sangit
mantra-mantra segarkan hijaukan bukit
yang kerontang lolong sakit menjerit-jerit

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 31 Januari 2014


“Garba”
(Denmas Priyadi Sabtu, 06 Juli 2013 08:36 wib)

“Garbaku hiruk pikuk ba' gerumbulan gumuk
Jiwaku riakkan semarak ba' awan berarak
Hatiku adalah rasa kabarkabur kasmarani berbaur
Muntahkan segala isi kosongkan jiwa nan terkubur”


“Terkulai”

“Terkulai di pembaringan,
tak ada yang bisa dilakukan,
hanya tengadah ke langit-langit,
menerawang nasib sengit,
tentang jiwa yang terpingit”.


“Welas asih”
"Sifat welas asih
penuh cinta kasih
adalah cermin
jiwa yang putih bersih"

Sifat angkuh nan sombong
adalah cermin
pikiran dan jiwa
yang kosong melompong.


“Dalam Gelap”
“Dalam gelap menyergap,
terjerambab, tergagap sirnakan sigap
lalu terbaring layu,
terbujur kaku, dan membeku”.


“Sejati manusia”
“Bergumul kadibyan kamulyan
kekangkan diri, sejati manusia mesu diri.
Sisihkan angkara 'tuk sucikan jiwa,
welas asih itu yang utama”


“Elang”
“Burung elang terbang melayang
di atas hamparan luas rumput ilalang,
lalu menukik tajam menerkam
induk ayam nyawa pun temaram”


“J i k a”
"Jika di segala ranah,
pejabatnya tak lagi amanah,
rakyat harus merubah
agar kesucian tak punah".


“Terbelalak”
"Siang terang benderang,
cuaca panas mencekam dari semalam,
dan mata tak bisa terpejam,
terbelalak menatap masa depan nan suram"


“Gelora”
"Wajah tersenyum,
mata kernyitkan makna,
ungkap jiwa dalam kata-kata,
gelora rasa dalam dada".


“Carut Marut”
“Bergelut dalam pikir carut marut,
membuat kening semakin berkerut,
saat solusi semakin jauh dari harap,
dan, semua tak ada yang bisa kutangkap”


“Temaram”
“Saat senja temaram rayapi malam,
Cakar kaki celepuk hitam,
cengkeram anak kelelawar bernasib kelam,
dan merah berdarah tebarkan bau anyir darah,
sirnakan jiwa kelam,
temaram ke alam kelanggengan”


“Gita Pertala”
“Gita pertala adalah tembang jagad raya,
lantunkan kilat irama,
melodi mandala di angkasa,
yang tebarkan merahnya merah,
warna tanda Tuhan murka”


 “Jajar Jejer”
“Kembara di alam maya,
telusuri malam pojok Jakarta,
banyak perempuan malam,
jajar-jejer nan molek penuh pesolek,
di lampu-lampu temaram,
jajakan diri 'tuk dicolek”.


“Termakan Tamak”
"Rasa kecewa berdecak dalam lelap,
saat mentari menyeruak di balik bukit,
yang sakit karena tak lagi bersemak,
hilang sirna termakan tamak".

"Dada ini pun bergemuruh,
pikirku hilang separuh,
karena di langit  masih ada cita-cita,
yang  belum tergapai menjelma,
dan semangatku pun cerai berai,
semakin lalai lemah lunglai".

Jumat, 26 Desember 2014
02:08 WIB