Sabtu, 23 Mei 2015

"KUMPULAN PUISI BULAN MEI 2" Karya Slamet Priyadi

Ki Slamet Priyadi 42

"BERCERMIN PADA ATMA DAN RASA"
Karya: Slamet Priyadi 42

Aku baringkan tubuh saat kantuk akut sentuh mata
Di  lamin bambu yang hanya beralas tikar pandan tua
Saat waktu lewat di  perut malam pukul kosong dua
Berselimutkan kabut dingin yang rayapi malam gulita
Serasa tiada ada  batas tepi  galaukan atma dan rasa

Sementara malam terus berjalan tanpa terang cahaya  
Wajah tengadah ke  langit nan pekat sepikan suasana
Dan, aku bercurah  pada gelap  dalam  separuh masa
Yang tersisa  di  dalam jasmani, rohani, jiwa, dan raga
Yang tuntut diri bercermin pada atma, pikir dan rasa

Kebebasan itu adalah rantai belenggu kesucian naluri
Mengikat kuat kebenaran bertandang munculkan diri
Mengekang  segala  laku ‘tuk berbuat benar dan suci
Melepas nafsu-nafsu angkara murka tak berbatas lagi
Yang menjerumuskan dan hancurkan bangunan jiwani

Bercermin pada pikir dan rasa berdasar ajaran Illahi
Yang selalu lindungi, memproteksi  jiwani dan ragawi
‘Tuk berbuat baik,  bijak dan bajik  tanpa dinasehati
Adalah sikap perilaku terpuji dari  dalam lubuk hati
Yang meski diapresiasi dan diekspresikan dalam diri

Jumat, 01 Mei 2015 – 15:00 WIB
Slamet Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor



"ULAR WELING DI PERIGI BUKIT CIBELING"
Karya: Slamet Priyadi 42

Saat Surya pagi pancarkan sinarnya yang putih keperakan
Merasuk celah-celah jendela bambu bilik kamar peraduan
Dan sentuh keriput kulit wajahku terasa menghangatkan
Sadarkan  aku dari gelap tidur lelap yang berkepanjangan
Kusingkap selimut tebal motif tumpal yang lekat di badan
Lalu bangkit dari amben panjang mata menatap ke depan

Nun,  jauh di sana nampak hamparan bukit hijau Cibeling
Diselimuti kabut nan putih yang menebari bukit sekeliling
Sang mentari sembul di balik bukit sang fajar menyingsing
Jalan panjang berbatu kelak-kelok kitari curamnya tebing
Jernih air pancuran mengalir di parit solokan menggasing
Bangkitkan hasrat ‘tuk langkah ke sana obati rasa pening

Dan,  aku pun berangkat pergi tanpa alas di telapak kaki
Berjalan sendiri langkah mendaki bukit Cibeling yang sepi
Menuruni  jalan terjal berbatu, mendaki jalan kelok tinggi
Di pancuran sebatang bambu hijau, air mengalir ke perigi
Aku basuhkan muka bersihkan wajah dan bercermin diri
Dalam jernihnya air perigi tersembul wajah kotor berdaki

Aku tersentak, terperangah, wajah itu wajahku sendiri
Tampak jelek, dipenuhi bintik-bintik kutil tajam berduri
Maka  kubenamkan muka  selami lagi air di dalam perigi
Di balik batu hitam, ada ular weling sepanjang dua kaki
Ke  luar menjalar berkata  seperti berpesan menasehati
“Tuan, cepatlah kembali,  jangan lupa keluarga sendiri!”

Pesan magis ular weling sadari aku dari apa yang terjadi
Dengan pakaian basah kuyup aku pergi tinggalkan perigi
Kembali ke pondok tua berbilik bambu milik aku sendiri
Sambil pikirkan dengan segala kejadian yang baru kualami
Tiba-tiba, aku terjatuh dari amben panjang yang kutiduri
Dan, aku baru sadar, rupanya  semua itu hanyalah mimpi
  
Sabtu, 02 Mei 2015 – 18:13 WIB
Slamet Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor




“DI BALIK REKAYASA KUTAK KATIK KATA”
Karya : Slamet Priyadi 42

Sastra itu, karya imajinasi yang direkayasa
Mengkutak-katik kata-kata jadi satu tema
Menganalisa urai tema jadikan satu cerita
Gambaran empiris yang berdasarkan fakta

Bagus tak bagus  bergantung komposisinya
Indah tak indah ditentukan pada kata-kata
Yang  dipilih  dan disusun sedemikian rupa
Hingga pancarkan daya keindahan estetika

Kehidupan  tanpa keindahan adalah hampa
Keindahan itu  adalah  wujud bentuk rupa
Beragam bentuk gores sketsa warna-warna
Pemberian dari Tuhan Sang Maha Pencipta

Dan kitalah yang mengolah, membentuknya
Jadikan  warna hitam, putih, merah, hingga
Hijau, kuning, biru, dan warna yang lainnya
Tuhan, hanya menilai baik buruk karya kita

Tetapi kita teramat seringlah alpa dan lupa
Selalu menganggap karya kita bagus adanya
Berpamrih besar mengharap pujian manusia
Bersikap angkuh, suka carmuk, cari muka

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 03 Mei 2015 – 1905 WIB
 



“KISAH NEGERI YANG TAK LAGI BERWIBAWA”

Karya : Slamet Priyadi 42

Inilah kisah cerita tentang negeri kacau-balau
yang setiap pagi  mentarinya  bersinar kemilau
yang dahulu hutannya begitu lebat menghijau
yang bermacam satwa dendang riang berkicau
yang  sawahnya  bentang  luas di semua pulau
yang penduduknya  bersikap ramah memukau

Kini semua itu seperti sudah tak nampak lagi
Hanya sang mentari yang senyum sambut pagi
Pancaran sinarnya merasuk sukma raga jiwani
Sehat hangat sedikit menyengat terpa badani
Saat berjalan sendiri tak seorang pun temani
Semua pergi tinggalah aku bermenung sendiri

Hutan yang dulu lebat menghijau ganti warna  
Bermacam satwa dulu riang di pohon berduka
Hamparan sawah nan luas telah berubah rupa
Jadi gedung tinggi yang berdiri kokoh perwira
bagai bromocorah berkacak pinggang jumawa
Hiasi Negeri berantah yang tak lagi berwibawa

Di antara benar dan salah sukarlah beda dicari
Sebab kebenaran Tuhan tak lagi jadi acuan diri
Kebenaran oleh manusialah yang  menjadi pasti
Merasa paling benar di  atas kebenaran sendiri
Merasa paling pintar di atas kepintaran sendiri
Bersikap angkuh, congkak, tak mau kontrol diri

Negeri ini memang sudah kacau-balau dan anarki
Seperti sudah tak ada sosok yang bisa diteladani
Di hampir semua instansi  terlibat kasus korupsi
Perilaku koruptif sudah membudaya, mentradisi
Diaktori oknum pejabat politikus dan organisasi
Kejahatan kriminal  menyebar di  seluruh negeri

Akan tetapi,  Nusantara adalah negeriku tercinta
Di mana jiwa dan ragaku ‘lah menyatu di dalamnya
Bersama  tosan aji mantra sakti Garuda Pancasila
Aku ‘kan terbang layang kembara arung jagad raya
 Kuak  mega-mega luluh-lantakkan  angkara murka
Ya, Tuhan!  jauhkan negeri kami dari mala petaka


Senin, 04 Mei 2015 – 21:08 WIB
(Bumi Pangarakan, Bogor) 


"BISIKAN RELIGI ANGIN PAGI"
Karya : Slamet Priyadi 42

Aku langkahkan kaki berjalan tertatih-tatih
Di jalan setapak yang becek, basah berbuih
Digenangi air hujan gerimis yang turun lirih
Kudaki jalan panjang berkelok dengan gigih
Berlatih laku sabar meraih jiwa putih bersih

Semilir angin pagi  yang berhembus perlahan
Hujan gerimis rinai yang basahi tetumbuhan
Jalan yang dipenuhi belukar dan lata hewan
Tak surutkan aku untuk teruskan berjalan
Melangkah pasti telusuri bukit Pangarakan

Saat kakiku melangkah tertatih, terseak-seok
Di  jalan setapak yang panjang berkelak-kelok
Dan hujan gerimis bagai terus mengolok-olok
Ada  desir semilir angin pagi berbisik selorok
Seperti beri pesan religius  yang penuh amok

Wahai tuan,  makhluk  Khalik Sang Pencipta
Mengapakah masih  berpolah angkara murka
Suka sekali menghujat, menghasut, memfitna
Bersikap  tamak,  sombong, busungkan dada
Padahal  kau itu hanya makhluk tak berdaya

Mekploitasi air, daratan, udara di mayapada  
Bahkan kutak-katik korupsi uangnya negara
Adalah peristiwa keseharian nyata dan fakta
Semua  tak bisa lagi ditolerir keberadaannya
Sudah jauh dari etika dan perilaku beragama

Wahai manusia makhluk Khalik Sang Pencipta
Jika Rab kita, Tuhan kita  sirnakan kasih-Nya
Jika Sang Khalik Pencipta Semesta ini murka
Tiada ada makhluk di dunia mampu menunda
Karena itu, jauhkan perilaku kotor ternoda!

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 Mei 201505:27 WIB



BERSERAH DIRI DENGAN PUJA DAN PUJI
Karya : Slamet Priyadi 42

Di dalam dirimu bersemayam sifat tetumbuhan
Tumbuh alami berkembang dalam habitat insan
Berprinsip biologis dengan gunakan lingkungan
Berakar jalar melar dan besar dalam kebebasan

Di dalam dirimu juga bersemayam sifat khewan
Selalu manjakan selera dan keinginan-keinginan
Rasa laku hewan yang harus terus dipancarkan
Derak gerak ‘tuk hidup di dalam keseimbangan

Di  dalam dirimu pun semayam sifat intelektual
Mampu temukan benar-salah dalam laku netral
Mampu memilahkan tentang baik-buruknya soal
Bisa kendalikan emosi pikir rasa secara gradual

Di  dalam dirimu malah bersemayam sifat Tuhan
Mau memberi mengasihi meskipun harap imbalan
Bisa berkarya, bisa mencipta meski masih tiruan
Tapi kamu aku juga kita semua bukanlah Tuhan

Maka selayaknya dan seharusnya kita serah diri
Selalu terima kasih, berdoa, memuja tiada henti
Ke hadhirat Tuhan Maha Kasih, Maha Pemberi
Pencipta jasmani rohani Penentu hidup dan mati

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 10 Mei 2015 – 08:17 WIB



KEMBARA KE ALAM KAMA GARWA
Karya : Slamet Priyadi 42

Aku kembara ke alam kama garwa saat terlelap panjang
Mimpi indah tentang garwa  yang telah lama sirna hilang
Di saat hampa sukma jiwani raga terasa melayang-layang
Menghiasi alam mimpi seraut wajah bentang membayang
Senyum di kulum goda hasrat jiwa nan kering kerontang
Jerat belenggu kuat  tubuh terikat raga pun terlentang
Serasa jiwa kosong hampa gamang bukan alang kepalang
Terlelap di dunia gelap terjatuh di saat mabuk kepayang

Maka sukma jiwa jasmani raga pun terasuk nafsu kama
Langlang pancang  berkayuh kencang di samudra cinta
Bersama garwa di taman sari mandi wangi bunga-bunga
Kembang warna-warni pancar kemilau sutera dewangga
Raib sirna segala nestapa  hanyut dalam nikmatnya rasa
Terus berkayuh manjakan kama meski tiadalah berdaya
Terus saja larut tak pernah surut di dalam kama garwa
Serasa jiwa gamang terumbang-ambing tak ada arahnya

Di dalam lelah lemahnya raga, dalam lelah luluhnya jiwa
Atmaku menjalar ke  luar mematuk kulit  naluri sukma
Ajak kembali ke balairung istana indah tak ada duanya
Istana tempatku bermanja, bercanda bersama keluarga
Istana tempatku berkeluh-kesah di saat gundah gulana
Ungkapkan isi jiwa yang acapkali datang meronta-ronta
Paparkan segala peristiwa putuskan belenggu problema
Untuk jadikan mahligai rumah tangga keluarga bahagia

Maka kubentang sayap terbang tinggalkan nafsu kama
Yang selama ini belenggu kuat-kuat naluri putih di jiwa
Kepak sayap melayang gancang tinggalkan dunia garwa
Kembali ke istana indah hidup rukun di dalam keluarga   
Maka kulempar lontar nafsu birahi kama  dari angkasa
Arahkan ke istana yang terindah garwaku satu-satunya
Nun jauh di balik lereng gunung Salak nan sejuk cuaca
Di Kampung Pangarakan, Bogor, Jawa Barat Indonesia

Senin, 11 Mei 2015 – 23:05 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor


“MENYATULAH DALAM KASIH TUHAN”
Karya : Slamet Priyadi 42

Awal mengkaji referensi religi ialah kepercayaan
Diyakini secara imani dan akali bagi setiap insan
Jangan baur dengan ragu sangkaan dan dugaan
Sebab kepercayaan adalah landas utama pijakan
Yang diseru utusan Tuhan untuk insan ciptaan

Di dalam segala gerak melangkah hidup manusia
Harus dilambari dengan kokohnya yakin percaya
Dengan kasih dan kuasa Tuhan Maha Pencipta
Yang dengan adaNya kita semuanya menjadi ada
Yang berkat adaNya, kita berada di  marcapada

Dan, kita semua pun alami derita, duka nestapa
Kemana pergi tak bisa melepas belenggu samsara
Karena segala nafsu dunia terus saja menggelora
Berontak-rontak keras meronta-ronta dalam jiwa
Tak bisa diredam apalagi dipendam di dalam rasa

Maka, hanya dengan kasih dan kuasa Tuhan saja
Segala penderitaan dan kesengsaraan hidup sirna
Berubah berganti rasa, jadikan suka dan bahagia
Karena segala kehendak keinginan di  ranah jiwa
Jadi berwujud nyata di  alam maya maupun baka

Maka, hidup dan menyatulah dalam kasih Tuhan
Dalam keyakinan kepercayaan akan kuasa Tuhan
Kasih pada sesama insan, kewan, alam tumbuhan
Lenyapkan, segala kesombongan dan kedumehan
Yang bisa buat kita terperosok dalam kehancuran

Kamis, 14 Mei 2015 – 08:07 WIB
Bumi Pangarakan, Bogor



 “ D I A ”
Karya : Slamet Priyadi 42

Pada awalnya hanyalah kosong dan hampa semata
Kosong hampa tak ada bentuk rupa hanyalah Dia
Yang keberadaan-Nya tak ada awal dan akhir-Nya
Maka atas kuasa dan kehendak Dia tercipta ada
Adanya alam langgeng baka dan  alam sementara

Pada alam kelanggengan baka neraka, tempatnya
Manusia-manusia durjana  penuh angkara murka
Pada alam kelanggengan baka swarga, tempatnya
Manusia-manusia yang berbudi luhur, suci mulia
Pun ada alam maya sementara,  alam marcapada

Pada  alam fana di  alam marcapada, tempatnya
Manusia-manusia  berolah  atma, pikir dan rasa
Kelola  lingkungan tumbuhan, khewan, manusia
Di dalam umbar segala nafsu-nafsu jasmani raga
Ataukah naluri hati nurani putih bersihnya jiwa

Dan semua yang ada segala makhluk ciptaan-Nya
Haruslah tunduk dan patuh  pada perintah-Nya
Sebab Dialah Sang Maha Raja adil seadil-adilNya
Penentu baik-buruknya, benar-salahnya manusia
Sebagai khalifah di bumi maya,  alam marcapada

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 14 Mei 2015 – 22:35 WIB
 

 

“KIDUNG LARA KALI SADANE”
Karya: Slamet Priyadi

Gemericik air kali Sadane yang membentur batu
Bunyi suara kemerisik daun-daun  pohon bambu
Bunyi jangkrik yang terus mengerik di balik kayu
Bunyi orong-orong  dan  kodok-kodok bangkong
Bunyi suara rintihan  anjing hutan yang melolong
Adalah konserto simphoni kloro-loro bolo kalong

Sementara manusia pongah, tamak, dan serakah
Masihlah seperti vampir-vampir penghisap darah
Berjalan dada kepala tengadah pamerkan gagah
Siapa mencegah disumpah serapah sampai kalah
Sebab di belakangnya ada uang harta berlimpah
Yang bisa tentukan sang pembenar jadilah salah

Kidung Sadane harmoni kehidupan mimpi bolong
Ungkapan rintihan alam yang kosong melompong
Dibalak, digasak, dirusak, oleh sang para garong
Maka luluh lantaklah lingkungan di segala ranah
Alam rusak dieksploitasi sungai dicemari limbah
Bermacam-macam ragam sampah melimpah ruah

Muak saksikan segala tingkah polah para bucirit
Yang  tak mau berhenti dan terus saja menggigit
Sebelum perut menjadi  tambun dan membuncit
Maka, ku langkahkan kaki turuni tepian Sadane
Melalui jalan setapak berundag batang kayugede
Dan, di atas sebongkah batu sebesar kerbo bule

Aku baringkan tubuh kepala tengadah ke akaca
Langit biru yang berhiaskan sang Dewi Purnama
Berjuta kemintang kerlap-kerlip indahnya kejora
Cahyanya sejukkan hati nan lara  gundah gulana
Raibkan atma carut  padamkan bara api di dada
Sirnakankan rasa amarah yang bergejolak di jiwa


Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 15 Mei 201521:45 WIB
 

 

“ALAM PUN IKUT MERADANG”
Karya : Slamet Priyadi

Saat lampu listrik itu padam di tengah malam
Suasana gulita pun terasa semakin mencekam
Rupa Sang Putri Dewi malam nampak muram
Bercadar selimut kabut bertabir awan hitam

Tiada lagi sinar keemasan di peraduan malam
Semua yang ada nampak semakin menghitam
Sehitam suasana hati yang terasa jadi geram
Lihat tingkah polah laku manusia kotori alam

Riak air sungai Cisadane yang mengalir searah
Sentuh bebatuan percik rona-rona raut wajah
Memercik air merah disengat bau anyir darah
Ayam-ayam potongpun melolong raiblah wajah

Sementara kelelawar hitam keluar dari sarang
Kepakkan sayapnya terbang layang liar garang
Sergap mangsa sang laron nyawa pun melayang
Tinggal sang katak hatinya pun jadi meradang

Suara serangga orong-orong di pohon singkong
Lolong anjing pengalasan terus menggonggong
Adalah kidung nyanyian kloro-loro bolo katong
Yang tiada pernah henti terus saja merongrong

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 16 Mei 2015 – 07:38 WIB
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar